Sabtu, 29 November 2008

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja

M eski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya meru- pakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal tersebut bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orang-orang yang ada disekelilingnya seringkali tidak perduli.
Membicarakan rokok tidak terlepas dari unsur utama rokok itu sendiri, yaitu tembakau. Penggunaan tembakau terus berlanjut sebagai bahan yang menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia. Menurut data WHO, saat ini terdapat 1,3 miliar perokok di dunia dan 84 persen di antaranya berasal dari dunia ketiga. Meski begitu, di negara besar sekaliber AS, kampanye antirokok hanya berhasil di dunia pendidikan. saham-saham rokok di AS justru meningkat setelah pengadilan menolak klaim pemerintah 280 miliar dolar AS tentang dugaan kebohongan dalam bahaya rokok (BBC, 5/2/05).
Tembakau dapat menyebabkan sekitar 8,8 persen kematian (4,9 juta) dan sekitar 4,1 persen menyebabkan penyakit (59,1 juta) dari seluruh dunia. Jika kecenderungan ini tidak berbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun mulai tahun 2020, atau pada awal 2030, dengan 70 persen kematian terjadi di negara-negara berkembang.
Indonesia yang merupakan anggota WHO telah merespons secara positif tentang pemberian perlindungan kepada masyarakat khususnya perlindungan hak asasi masyarakat yang tidak merokok. Peraturan pemerintah (PP) yang ada saat ini masih sangat ketinggalan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Myanmar, Thailand, dan Malaysia yang lebih maju dalam melindungi rakyatnya dari dampak buruk akibat kebiasaan merokok.
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=202433&kat_id=318

Di negara-negara maju, jumlah perokok justru semakin berkurang dan tempat-tempat yang diperbolehkan merokok semakin dibatasi. Hal tersebut disebabkan di negara-negara maju telah mengerti dan menyadari akan bahaya dan dampak rokok, terutama dampak dari segi kesehatan. Sementara di negara kita, cenderung terjadi salah pemahaman dan menganggap merokok adalah tren yang ada di negara maju. Di negara maju seperti Jepang, perokok hanya boleh merokok di tempat yang disediakan. Dan tempat-tempat ini sangat terbatas dan biasanya dari segi kesehatan tidak sehat, karena kentalnya bau asap rokok. Akibat hal tersebut perokok itu sendiri terkadang juga merasakan, sehingga memungkinkan menjadi penyebab berhentinya merokok
Sekitar separuh dari para perokok akan meninggal akibat kebiasaan merokok, dan separuh dari kematian ini akan terjadi pada usia pertengahan saat mereka sedang dalam puncak produktivitas. Secara umum mereka yang meninggal akibat kebiasaan merokok akan kehilangan 20-25 tahun kehidupannya akibat kebiasaan yang merugikan ini.

Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulai merokok dan timbulnya penyakit yang ditimbulkannya menyebabkan dampak tersebut tidak disadari. Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70 persen sehingga memiliki risiko kesehatan yang sama dengan produk tembakau lainnya.
Mitos yang berkembang di masyarakat adalah larangan merokok melanggar hak asasi seseorang. Tetapi faktanya, menurut WHO dan Depkes, merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok. WWW.GIZI.NET/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1086667350,88135
Pada tahun 2001 Depkes mengestimasikan bahwa perokok aktif mencapai 70 persen dari penduduk Indonesia, 60 persennya (84 juta orang) dari kalangan penduduk miskin dan sedang kematian akibat sakit ditimbulkan rokok per tahun mencapai 58 ribu orang.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memperkirakan tiap tahun terdapat empat juta orang meninggal akibat penyakit karena merokok dan pada 2020, angka orang meninggal karena rokok bertambah menjadi 8,4 juta per tahun.
WHO memperkirakan bahwa 59 persen pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar).
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga, dan hiburan.
Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan menghilangkan stres (depresi).
(www.kompas.cm/kompas-cetak/0101/28/ENGLISH/)

Banyak faktor yang mendasari seseorang untuk berperilaku sesuai dengan persepsi dan latar belakang orang tersebut, begitu juga dalam perilaku merokok seseorang. Menurut Rosenstock (1950-an) dalam teorinya ‘Health Belief Model’, perilaku sehat seseorang dipengaruhi oleh persepsinya, diantaranya yaitu perceived susceptibility, perceived severity, Perceived Benefits (cost), Perceived Barriers, Cues to action, Self-Efficacy.